Mendidik Kids Zaman Now
Pendidikan hakekatnya salah satu proses untuk memfasilitasi pembelajaran, akuisisi, pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, dan kebiasaan individu. Pendidikan diharapkan mampu membantu individu menghadapi tantangan hidup di masa depan. Apalagi mendidik anak-anak pada masa kini, mempunyai tantangan tersendiri. Dengan lahirnya “kids zaman now” menuntut guru harus lebih kreatif dan inovatif lagi agar tidak tertinggal dengan generasi muda masa kini.
Istilah “kids zaman now” mungkin tak asing di telinga kita. Entah siapa yang mulai mempopulerkannya. Istilah ini banyak disebut di berbagai media sosial. Dengan mencampur bahasa Inggris dan Indonesia frase “kids zaman now” menjadi unik. Keunikan ini menjadikannya populer di kalangan generasi muda. Generasi ini memang terkesan suka latah. Istilah yang unik sering disebut di berbagai kesempatan.
Kidz zaman now digambarkan sebagai generasi yang terlalu cepat dewasa, terlalu cepat berdandan, terlalu cepat bergaul, bahkan sudah mengenal istilah pacaran. Walaupun dalam kenyatannya, tidak semua anak berperilaku sebagai “kids zaman now”. Masih ada sebagian anak yang berperilaku baik dan wajar. Namun yang dikhawatirkan, anak-anak tersebut akan ikut terkontaminasi.
Ini adalah tantangan besar para pendidik di Indonesia.Anak-anak tersebut adalah generasi penerus negeri ini. Apa jadinya masa depan bangsa jika mayoritas generasi muda disibukkan dengan hal-hal yang kurang berfaedah bahkan menjerumuskan mereka dalam kerusakan.
Maka, dunia pendidikan memiliki peranan penting untuk memanifestasikan hal ini. Karena generasi muda saat ini tentu berbeda dengan generasi masa lalu. Generasi ini lahir di zaman kemajuan teknologi informasi. Gadged dan berbagai kemudahan berbasis aplikasi tak lepas dari tangan mereka. Lantas, apakah cara mendidik mereka dengan cara dididik zaman dulu? Tentu saja berbeda dengan kita. Cara mendidiknya pun tentu berbeda.
Menjadi pendidik atau guru bagi mereka, tentu saja harus bisa ikut merubah pola pikir dan sudut pandang. Pertama adalah merubah cara berkomunikasi dengan mereka. Tidak perlu terlalu banyak menasehati, namun berdiskusi secara asyik sebagai sahabat anak, sehingga anak nyaman bersama gurunya.
Ciptakan suasana pembelajaran yang tidak membosankan. Seperti menurut Ki Hajar Dewantara, “jadikan Semua Tempat itu Kelas dan Semua Orang itu Guru”, sehingga belajar tidak hanya terpaku di ruang kelas. Pendidikan karakter lebih diutamakan, lewat contoh dan melalui kegiatan yang membiasakan siswa mengarah pada “olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga”. Guru wajib memberikan pembiasan-pembiasaan positif pada siswa di lingkungan sekolah. Tak hanya lingkungan sekolah tapi juga lingkungan sekitarnya.
Kedua dituntut untuk selalu update dengan beragam teknologi terutama media sosial yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Selanjutnya, tingkatkan komunikasi dengan keluarga, karena bagaimanapun Pendidikan seorang anak berawal dari keluarga, sehingga dengan komunikasi yang baik, bisa satu visi dalam mendidik anak. Pahami juga lingkungan dan masyarakat dimana anak tinggal.
Ketiga, yang paling fundamental yaitu menanamkan nilai-nilai keimanan yang menjadi dasar dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Ingatkan selalu bahwa setiap apa yang kita lakukan selalu akan diminta pertanggungjawaban dan selalu ada konsekuensi dari setiap pilihan-pilihan. Sibukan kembali siswa dengan aktivitas keagamaan. Kita cetak IMUN dengan IMAN. Kita bekali siswa iman yang kuat dengan aktivitas keagamaan, sehingga mereka memiliki imun yang kuat dari berbagai serangan.
Kita para pendidik tentunya berharap, generasi muda kita memiliki daya saing tinggi di masa depan. Disaat persaingan global semakin terasa, kita berharap generasi muda mampu memenangkannya. Jangan sampai kita menjadi tamu negeri sendiri.